Senin, 18 Oktober 2010 | 03:22 WIB
ATMAKUSUMAH
Nasib buku sekarang sudah sebaik media pers setelah Mahkamah Konstitusi memutuskan mencabut undang-undang pelarangan barang cetakan karena bertentangan dengan konstitusi.
Pasal 28F UUD 1945 menyatakan, ”Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.”
UU ini pada awalnya berbentuk Penetapan Presiden (Penpres) Nomor 4 Tahun 1963 tentang Pengamanan terhadap Barang-barang Cetakan yang Isinya Dapat Mengganggu Ketertiban Umum. Penpres ini, yang berlaku sejak ditandatangani dan disahkan oleh Presiden Soekarno pada 23 April 1963, membolehkan Kejaksaan melarang peredaran barang cetakan ”yang isinya dapat mengganggu ketertiban umum”.
18 Oktober 2010
13 Oktober 2010
Unduh Putusan Persidangan Pengujian UU No.4/PNPS/1963
Bagaimanapun kita perlu mengingat bahwa keberhasilan ini [dikabulkannya uji materi UU No.4/PNPS/1963 oleh MK] baru merupakan langkah pertama dalam perjuangan untuk menegakkan kebebasan berekspresi. Masih ada banyak UU dan aturan hukum lain yang menghalangi kebebasan, dan kemenangan hari ini harus mampu menjadi daya dorong untuk mengakhiri otoritarianisme dan kesewenangan dalam hukum.
Unduh:
Unduh:
Mahkamah Kontitusi mengabulkan uji materi UU No.4/PNPS/1963
Siaran Pers Institut Sejarah Sosial Indonesia
Hari ini, Rabu, 13 Oktober 2010, Mahkamah Konstitusi memutuskan untuk mengabulkan permohonan uji materi atas UU No. 4/PNPS/1963 tentang Pengamanan terhadap Barang-barang Cetakan yang Isinya dapat Mengganggu Ketertiban Umum, terhadap UUD 1945. Permohonan itu diajukan Institut Sejarah Sosial Indonesia (ISSI) serta sejumlah pemohon lain.
Selama hampir setengah abad, rezim-rezim yang memerintah negeri ini menggunakan UU tersebut sebagai dasar hukum untuk memberangus kebebasan berekpresi warga. Dalam kurun waktu tersebut lebih dari dua ribu judul buku yang diproduksi dengan tujuan menyampaikan informasi, hasil-hasil studi, pendapat, cita-cita, dan refleksi, dilarang dan dibakar oleh penguasa. Oleh karena itu, sungguh tepat keputusan Mahkamah Konstitusi hari ini untuk mengembalikan rel kehidupan bangsa di atas konstitusi.
Hari ini, Rabu, 13 Oktober 2010, Mahkamah Konstitusi memutuskan untuk mengabulkan permohonan uji materi atas UU No. 4/PNPS/1963 tentang Pengamanan terhadap Barang-barang Cetakan yang Isinya dapat Mengganggu Ketertiban Umum, terhadap UUD 1945. Permohonan itu diajukan Institut Sejarah Sosial Indonesia (ISSI) serta sejumlah pemohon lain.
Selama hampir setengah abad, rezim-rezim yang memerintah negeri ini menggunakan UU tersebut sebagai dasar hukum untuk memberangus kebebasan berekpresi warga. Dalam kurun waktu tersebut lebih dari dua ribu judul buku yang diproduksi dengan tujuan menyampaikan informasi, hasil-hasil studi, pendapat, cita-cita, dan refleksi, dilarang dan dibakar oleh penguasa. Oleh karena itu, sungguh tepat keputusan Mahkamah Konstitusi hari ini untuk mengembalikan rel kehidupan bangsa di atas konstitusi.
02 Oktober 2010
Ekspresi G30S dengan versi berbeda
1 Oktober 2010 - 08:37 GMT
Andreas Nugroho
BBC Indonesia
Menyajikan cerita atau pandangan lain tentang peristiwa 1965 ternyata bukan hal mudah, walau peristiwa itu sudah berlangsung empat puluh tahun dan penguasa sudah silih berganti. Memang sejumlah buku atau film yang berkisah soal ini mulai banyak bermunculan, namun tidak sedikit pula yang mengalami tekanan atau bahkan dilarang sama sekali.
Banyak orang yang masih mengenang bahwa tanggal 30 September -di jaman Presiden Suharto dulu- merupakan hari pemutaran film Pengkhianatan G30S/PKI.
Langganan:
Postingan (Atom)