JAKARTA--MI: Keprihatinan terhadapa sikap represif pemerintah yang semakin sering melarang peredaran buku, termasuk buku ilmiah mendorong para sejarawan yang tergabung dalam Institute Sejarah Sosial Indonesia (ISSI) menggugat aturan pelarangan buku ke Mahkamah Konstitusi, Selasa (23/2). Aturan tersebut dinggap tak hanya melanggar hak menyatakan pendapat tetapi juga mempersulit perkembangan ilmu pengetahuan. Pasalnya selama tahun 2006 hingga 2009, pemerintah telah melarang 22 buku, dan kebanyakan adalah buku akademis. Larangan yang dikeluarkan oleh Kejaksaan Agung tesebut didasarkan pada UU No.4/PNPS/ 1963 tetang pengamanan terhadap Barang-baranga cetakan yang isisnya dapat megganggu ketertiban umum. ISSI melihat hal tersebut sebagai reformassi setengah setengah.
"Pemerintah seakan memainkan peran antagonis secara buruk. Di satu sisi pemerintah menampilkan peningkatan anggaran pendiidkan sebesar 20 %, di sisi lain justru melarang buku. Buku adalah faktor penting untuk mencerdaskan bangsa. Apalagi buku yang dilarang mendapatkan penghargaan secara internasional dan menjadi salah satu buku terbaik di Kuala Lumpur," papar Penasihat ISSI, Asvi Warman Adam seusai melayangkan gugatan ke MK.
Pelarangan buku itu, lanjut Asvi justru akan melahirkan kembali monopoli kebenaran ilmiah seperti dalam masa Orde Baru. Tentunya hal tersebut akan berbahaya bagi tumpulnya kekritisan generasi muda.
"Dampak lain generasi muda akan bingung kok buku ilmiah yang diakui internasional malah dilarang. Seakan monopoli kebenaran kembali diberlakukan," ujarnya. (*/OL-03)
http://www.mediaindonesia.com/read/2010/02/23/125207/16/1/Sejarawan-Gugat-Aturan-Pelarangan-Buku
Tidak ada komentar:
Posting Komentar